Kategori
Berita

Pungli Birokrasi

Presiden Jokowi menyatakan perang terhadap pungutan liar (pungli). “Mulai Selasa 11 Oktober 2016 saya minta kepada seluruh aparat pemerintah, terutama yang melakukan pelayanan kepada masyarakat agar menghentikan pungli”, demikian Presiden memberikan maklumat disertai ancaman pemecatan bila diketahui masih melakukannya.

Tidak sekadar bicara, Presiden langsung melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Kantor Kementrian Perhubungan (Kemenhub) bersama Menhub dan Kapolri. Hasilnya, polisi menangkap basah enam orang pelaku, uang bukti Rp34 juta, serta buku tabungan berisi uang Rpl miliar, diduga untuk menyimpan hasil pungli untuk dibagi-bagikan ke pihak lain.

Dengan demikian, pungli bisa terjadi baik secara eksternal, yaitu meminta bayaran di luar ketentuan kepada masyarakat (perusahaan, lembaga, atau orang asing); maupun secara internal, yaitu meminta bayaran di luar ketentuan kepada aparat pemerintah sendiri. Pungli eksternal biasanya terjadi pada saat pengurusan izin atau dokumen dari pemerintah yang diperlukan pihak eksternal seperti izin usaha, izin bekerja, izin mengemudi, sertifikat profesi. KTP. paspor, sampai urusan nikah dan bercerai.

Pungli internal biasanya terjadi bila pegawai ingin naik pangkat atau mutasi. Semuanya masih terjadi kendati kita telah menjalani 18 tahun reformasi. Berapa besar pungli terjadi secara keseluruhan, baik eksternal maupun internal, belum ada data.

Bagaimana praktek bayar-membayar di luar ketentuan itu dilakukan? Secara sederhana dapat kita bagi dua. yaitu cara primitif atau memberikan secara langsung tunai seperti yang kita lihat di Kemenhub. Selasa 11 Oktober 2016.

Ini biasanya untuk transaksi kecil-kecil walaupun tidak tertutup kemungkinan juga untuk transaksi relatif besar. Cara seperti ini mudah dideteksi, cukup dengan mendatangi kantornya, aparat hukum dengan mudah menemukan uang-uang yang mencurigakan. Kita sudah sering mendengar di antaranya di Kementrian ESDM beberapa waktu lalu ditemukan uang dalam jumlah tidak masuk akal di ruang atau laci pejabat pemerintah.

Cara kedua adalah dengan cara canggih seperti melalui transaksi perusahaan bodong. Perusahaan tersebut bisa dimiliki oleh aparat bersangkutan secara anonim atau meminjam perusahaan pihak ketiga yang dipercaya.

Seperti kita ketahui pungli sudah berlangsung lama, baik terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Secara formal semua aparat pasti membantah, tetapi secara diam-diam di balik layar terjadi transaksi haram tersebut.

Sampai batas-batas tertentu pungli sudah jadi budaya, baik budaya birokrasi maupun masyarakat. Aparat merasa tidak dihargai ketika pekerjaan pelayanan yang dilakukan tidak dihargai secara langsung oleh masyarakat.

Sebaliknya, masyarakat merasa salah ketika dia tidak memberi uang lelah atau apa pun namanya setelah pelayanan sudah didapatkannya. Menilik angka-angka, cara, dan kedalaman nilai yang sudah tertanam baik di aparat maupun di masyarakat seperti diuraikan di atas, wajar bila cara dan temuan yang digembar-gemborkan Presiden saat sidak ke Kemenhub. Selasa 11 Oktober 2016 dianggap tidak serius atau sekadar pencitraan. (bbs)**

Sumber: Berita Cianjur, 19 Oktober 2016

Kategori
Berita

Persoalan e-KTP Dominasi Layanan LAPOR

CIANJUR – Program layanan pengaduan publik yang digarap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur dan bersinergi langsung dengan layanan serupa di lingkungan Kepresidenan RI, mulai menunjukan manfaatnya. Data yang terhimpun di Inspektorat Daerah (Irda), masyarakat yang memberikan laporan bervariatif namun sebagaian besar, terkait layanan elektronik Kartu Tanda Penduduk (e-KTP) di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil).

Kepala Irda Agus Indra mengakui, laporan warga lewat SMS dan e-mail itu, kebanyakan seputar pelayanan e-KTP. Ada berbagai masalah yang dilaporkan warga, terkait lamanya proses dan keberadaan calo dilingkungan Dinas. Sejumlah masuk berhasil ditampung dan kemudian dijawab langsung dinas bersangkutan.

“Kalau laporan lewat SMS ada puluhan dan baru terproses sekitar belasan SMS saja, sementara yang lewat e-mail lebih banyak lagi, beberapa di antaranya telah dijawab ke pengirimnya,” kata Agus yang ditemui di ruang kerjanya pada akhir pekan kemarin terkait program lapor yang sedang digalakkan pemerintah.

Sejumlah laporan yang masuk, tambah Agus, tidak melulu terkait permasalahan seperti indikasi adanya pungutan liar dan lain halnya. Namun ada juga warga yang mengirim SMS atau e-mail, isinya lebih pada masukan terhadap dinas terkait dalam melaksanakan pelayanan publik atau pembangunan di Cianjur.

Menurut Agus, beberapa masalah lainnya yang dilaporkan warga terkait jalan rusak di Kabupaten Cianjur dan persoalan ijin perusahaan tertentu atau kegiatan usaha yang dianggap mengganggu fasilitas umum atau warga. Semua masukan itu akan diproses, sehingga pengirim mendapat jawaban.

“Kalau berdasarkan mekanisme memang ada batas waktu untuk menjawab, tapi terkadang Dinas memang telat menjawab laporan dari warga dengan berbagai kendala. Layanan lapor, sudah terintegrasi otomatis, sehingga setiap ada jawaban pasti tercatat dalam layanan itu sendiri,” tambahnya.

Lebih jauh dikatakan Agus, layanan lapor terintegrasi juga dengan staf Kepresidenan RI, sehingga semua laporan dari warga terpantau jelas. Irda juga kerap melakukan komunikasi dengan salah satu staf Kepresidenan yang membidangi layanan laporan masyarakat ini. Ada beberapa yang memang dipertanyakan Staf Kepresidenan, karena banyaknya laporan yang masuk.

“Di Staf Kepresidenan ada yang namanya Gibran dan bertugas dalam layanan ini. Kita selalu berkomunikasi kalau memang ada yang perlu dikomunikasikan. Tentu semua laporan ini datang dari warga, sehingga murni tanpa ada tumpangan apapun,” tandas Agus.

Seperti diketahui, layanan lapor telah disosialisasikan pemerintah daerah dengan cara menempel spanduk Lapor yang dipasang di beberapa ruang umum dan instansi pemerintah. Warga bisa langsung melakukan pelaporan melalui nomer atau fasilitas yang telah disiapkan pemerintah.

Meski baru di wilayah kota saja, layanan lapor yang digagas langsung Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar, telah banyak diapresiasi warga. Salah satu buktinya, hingga saat ini masyarakat sudah banyak melakukan pelaporan dan ditanggapi langsung pemerintah.

Nandar Rukmana, salah seorang warga di Keluarhan Pamoyanan Cianjur, berharap layanan lapor tidak hanya sekedar program, namun mampu mendorong perbaikan kinerja pemerintah dalam melayani rakyat.

“Layanan ini bagus dan bermanfaat, tapi harus ditindaklanjuti dengan baik. Jangan sampai layanan hanya menerima laporan tapi tidak ada tindakan jelasnya dari pemerintah. Saya yakin semua yang dilaporkan warga itu benar, karena berdasarkan pengalaman yang warga rasakan,” harapnya. (cr7)

Sumber: Berita Cianjur, 24 Oktober 2016

Kategori
Berita

Astaga, 20 Kendaraan Dinas Pemkab Cianjur Hilang

Inspektorat Daerah (Irda) Kabupaten Cianjur mencatat untuk periode Januari hingga pertengahan Oktober 2016 ada sedikitnya 20 laporan terkait hilangnya kendaraan dinas milik Pemkab Cianjur.

Inspektur Irda Kabupaten Cianjur, Agus Indra, menyebutkan, kasus hilangnya kendaraan milik Pemkab Cianjur dinilai cukup tinggi. Untuk periode Januari hingga pertengahan Oktober 2016, ucap Agus, pihaknya telah menerima sedikitnya 20 laporan kehilangan kendaraan dinas.

“Untuk periode Januari hingga Oktober, ada 20 kasus kehilangan kendaraan dinas, jumlah kasus ini cukup tinggi. Sebagian besar kendaraan yang hilang adalah sepeda motor, dan terakhir kasus yang masuk itu hilangnya mobil dinas milik Distrakim Cianjur,” ujar Agus, kepada “BC”, kemarin (20/10/2016).

Hal berbeda diungkapkan, Kabid Aset Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kabupaten Cianjur, Endan Hamdani, berdasarkan data yang dimilikinya untuk kendaraan dinas milik Pemkab Cianjur yang hilang pada periode Januari-Oktober 2016, untuk sepeda motor ada tiga unit, dan mobil satu unit.

“Hingga kini (Januari-Oktober,red) kami baru mendapatkan tembusan laporan terkait hilangnya kendaraan dinas, yaitu tiga unit sepeda motor dan satu unit mobil dan semuanya sudah pada tahap pemneriksaan khusus oleh Irda Kabupaten Cianjur,” jelas Endan, saat ditemui di ruang kerjanya.

Endan mengungkapkan, sesuai dengan instruksi Bupati Cianjur, pihaknya akan menarik seluruh kendaraan dinas baik sepeda motor maupun mobil. Hal itu, untuk dilakukan pendataan dan pemneriksaan ulang. “Jika sudah didata, nantinya akan didistribusikan kembali oleh bupati sesuai dengan kebijakan bupati sendiri,” ungkapnya.

Sementara itu, terkait hilangnya kendaraan mobil dinas milik Distarkim Kabupaten Cianjur, Kasubag Perencanaan Irda Kabupaten Cianjur, Oos Koasih mengaku pihaknya telah melakukan pemanggilan terhadap penanggung jawab mobil dinas itu untuk dimintai keterangan. Sebab, ucap dia, keterangan itu akan dijadikan bahan dalam sidang majelis Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TPTGR).

“Yang bersangkutan (pemakai mobil dinas-red) hari ini (kemarin) kami panggil untuk dimintai keterangan terkait kronologis hilangnya mobil dinas tersebut. Tetapi hingga kini yang bersangkutan masih belum datang, mungkin masih ada keperluan dinas,” ucap Oos. (gap)

Penulis: Angga Purwanda, BeritaCianjur.com, Jumat 21 Oktober 2016 | 13:30 WIB

Kategori
Berita

Pelayanan Pengaduan Masyarakat & Instansi

A. DASAR HUKUM

  • Permendagri Nomor 25 Tahun 2007 tentang pedoman penanganan pengaduan masyarakat.

B. PERSYARATAN

  • Surat pengaduan tertulis
  • Nama dan alamat pengirim jelas
  • Substansi pengaduan jelas dan merupakan kewenangan pemda kabupaten
  • Melampirkan bukti awal

 

C. PROSEDUR PELAYANAN

inspektorat-cianjur3x

Kategori
Berita

Dinas Teknis dan Layanan Publik Rentan Pungli

Gerakan berantas pungutan liar alias pungli yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, mulai ditanggapi serius sejumlah pihak di daerah termasuk di Kabupaten Cianjur.

Beberapa dinas teknis dan layanan publik, dianggap rentan terhadap pungli yang merugikan masyarakat.

Sepatutnya, pemerintah pusat juga segera melaksanakan koordinasi agar Daerah setingkat Provinsi Kota dan Kabupaten membentuk Satgas Pungli yang bisa memberantas oknum pelaku pungli.

Pengamat kebijakan publik Yusep Somantri menjelaskan, pungli itu tindakan pungutan yang dilakukan oknum pegawai pemerintah terhadap masyarakat, dalam sebuah proses kegiatan pemerintahan tanpa ada dasar hukumnya.

Tindakan ini kerap jadi budaya pemerintahan di mana saja, ironisnya terkadang dianggap benar oleh masyarakat itu sendiri.

Menurut Yusep, tindakan pungli seperti biasa diduga kuat banyak terjadi di lingkungan dinas yang bekerja lebih banyak melakukan pelayanan terhadap publik dan dinas teknis yang bekerja melaksanakan pembangunan untuk kebutuhan publik. Biasanya terjadi dalam proses administrasi, di mana oknum dinas tertentu menarget biaya tanpa ada dasar hukumnya.

“Dulu kan banyak mencuat pungli pembuatan adminitrasi kependudukan baik itu pembuatan KTP, Kartu Keluarga, Akta Lahir, Surat Pencari Kerja, Kelakuan Baik, pembuatan SIM, administrasi proyek, bahkan hingga setoran untuk mendapatkan proyek. Jelas ini pungli karena tidak ada aturannya, kalaupun ada biasanya jumlah yang harus dikeluarkan menjadi lebih besar dari ketetapannya,” kata Yosep yang ditemui di Kavling Demokrasi dalam kegiatan “Ngawangkong Berantas Pungli”.

Pemerintah pusat imbuh Yosep, telah mengintruksikan adanya pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pungli hingga ke tingkat daerah. Sekarang, kembali ke pemerintah daerah, apakah mau segera membentuk Satgas itu, atau justru membiarkan intruksi Presiden itu dan menganggapnya sebagai angin lalu.

Yosep menegaskan, kalau pemerintah daerah berkomitmen untuk membangun pemerintahan yang clean government, tentu akan segera membentuk Satgas Pungli dan berkoordinasi dengan aparat kepolisian sebagai aparat penindakan. Tugasnya, sesuai dengan arahan Presiden, apapun bentuknya pungli dan siapapun pelakunya, sikat saja tanpa pandang bulu.

“Jadi intinya, sekarang mau tidak pemerintah daerah melaksanakan paket kebijakan pembangunan dalam hal memberantas pungli dan makelar kasus yang digariskan Presiden sekarang. Kalau mau bentuk satgasnya, kalau tidak, tentu kembali ke komitmen pemerintah daerahnya,” ucapnya.

Kalau mau buka-bukan sambung Yosep, saat ini masih begitu jelas tindakan dan perilaku oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terindikasi melakukan pungli. Namun, sepertinya tindakan itu belum tersentuh hukum dan kemungkinan berbuntut panjang karena melibatkan banyak pihak berkompeten.

Senada Ketua Lembaga Bantuan Hukum Cianjur (LBHC) Erwin Rustiwa mengatakan, untuk memberantas pungli perlu adanya kerja sama semua pihak, tidak hanya aparat ataupun pemerintah tetapi masyarakat juga harus ikut berperan aktif, segera melaporkan kepada aparat berwenang bila menemukan praktik tersebut.

“Sekarang kan pemerintah sudah punya sistem LAPOR, nah itu juga seharusnya bisa dimanfaaatkan masyarakat. LBHC juga tentunya siap membantu jika pelapor mendapat ancaman, intimidasi,”tegas Erwin.

Erwin menambahkan, jika pemberantasan pungli memang sudah menjadi komitmen pemerintah pusat, tentunya pemerintah daerah sebagai kepanjangan tangan pusat mau tidak mau harus menindaklanjuti komitmen itu.

“Harus selaras, jangan sampai bertolak belakang. Toh pemberantasan pungli ini juga manfaatnya untuk kepentingan masyarakat banyak,”tandasnya.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo dengan tegas mendeklarasikan kebijakannya memberantas pungli di dalam pemerintahannya. Bahkan Jokowi (sapaan akrab..red) turun tangan sesaat setelah Satgas melakukan tangkap tangan tindakan pungli di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) beberapa waktu lalu.

Meski duit yang berhasil dirampas Satgas relatif kecil dibanding dugaan kerugian negara yang ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus pengambilalihan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, namun Jokowi seperti ingin memperlihatkan kepada publik keseriuasannya dalam memberantas pungli. (cr7/nuk)

 

Sumber: Berita Cianjur, 20 Oktober 2016